Senin, 17 Juli 2017

STOP BULLYING SELAMATKAN ANAK BANGSA

      Pernah dengar kata “Bullying” ?, ya  Bullying, satu kata yang menjadi sosok menyeramkan bagi sebgaian masyarakat, namun pastinya banyak juga masyarakat yang masih asing atau awam  dengan satu kata  sederhana tersebut.
Rigby (2002: 15) mendefinisikan bullying sebagai ”penekanan atau penindasan berulang-ulang, secara psikologis atau fisik terhadap seseorang yang memiliki kekuatan atau kekuasaan yang kurang oleh orang atau kelompok orang yang lebih kuat.”
Riauskina, dkk (2005: 1-13) mendefinisikan bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh sekelompok individu yang memiliki kekuasaan, terhadap individu lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut
Menurut Coloroso (2003: 44), bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, Seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak terlihat, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak.
     Jadi, dapat disimpulkan bullying adalah sebuah tindakan nyata atau sadar yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang  kepada satu orang atau sekelompok yang lain untuk memberikan pengaruhnya kepada orang lain, sehingga orang yang menjadi sasaran atau korban daripada perilaku bullying tersebut diharapkan dapat mengakui kekuatan pelaku bullying.
      Fenomena bullying kembali muncul kepermukaan. Ya aktivitas negatif yang mana menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian masyarakat atau bahkan seluruh lapisan masyarakat, dan bullying ini biasa terjadi atau rentan terjadi pada kalangan remaja terlebih pelajar, mengapa kasus ini biasa terjadi?, ya karena memang belum ada formula  yang cocok untuk memusnahkan virus jenis ini. Namun para pengamat atau pemerhati kaum pelajar pastinya sudah mengetahui akar ataupun sumber dari permasalahan ini. Akan tetapi sangat sulit unTuk dapat mengaplikasikannya didalam kehidupan bermasyarakat. Masih cukup hangat ditelinga dan ingatan kita tentang kasus bullying yang baru- baru ini terjadi tentang pengroyokan yang terjadi kepada  anak disabilitas di salah satu universitas swasta terkemuka di negeri ini, dan yang paling hangat kasus bullying yang dilakukan oleh sekelompok anak SD dan SMP kepada salah seorang anak, entah apa yang ada didalam benak mereka untuk melakukan hal tercela tersebut namun hal demikian tidak dapat dibenarkan sama sekali, bersyukurnya dengan cepat tanggapnya respon yang dilakukan pemda terkait juga dapat diapresiasikan karena berhasil mengidentifikasi dan menemukan pelaku pembulliyan tersebut, namun yang disayangkan hanya pengambilan tindakkan akhir dalam penyelesaian kasus ini, para pelaku dikeluarkan dari tempat mereka menuntut ilmu dimana mereka diharapkan mendapatkan pendidikan yang layak sehingga dapat berguna bagi diri mereka dan masa depan mereka, mereka ya mereka!, korban dan pelaku dari pembullyan ini adalah korban dari pendidikan dan lingkungan yang mereka tidak kuasa menahan atau menolak untuk masuk kedalam perilaku tercela tersebut, karena kurangnya perhatian baik dari keluarga  ataupun dari faktor lingkungan.
      Pola asuh yang digunakan oleh orang tua tentunya turut berpengaruh pada pembentukan karakter seorang anak, oleh karenanya orang tua haruslah mengetahui sikap atau perilaku dari anak-anaknya, dengan menggunakan pola asuh demokratis, otoriter, dan permisif. Mari kita pelajari lebih lanjut ketiga pola asuh tersebut :
§   1. Pola asuh demokratis yaitu ditandai dengan pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak    diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada orang tua.
§  2.  Pola asuh otoriter yaitu ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan- aturan yang ketat dan  seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak  atas nama dirinya sendiri dibatasi.
§  3. Pola asuh permisif yaitu ditandai dengan orang tua mendidik anak secara bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa (muda), ia diberikan kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah tidak memeberikan bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya, dan semua yang telah dilakukan anak adalah benar dan tidak perlu mendapatkan teguran, arahan (bimbingan).
      mengapa ketiga pola asuh tersebut harus diterapkan ?, karena dengan menerapkan ketiga pola asuh tersebut kita berharap karakter yang akan terbentuk dikemudian hari dapat sesuai dengan apa yang diinginkan sebagai orang tua, namun proses dan ketekunan menjadi kunci utama dalam keberhasilan pola asuh ini. Jangan lupa sebagai orang tua kapan harus menerpkan pola asuh yang satu dan yang lainnya. Namun sebagai orang tua juga mempunyai strategi dan peranan yang harus diberikan oleh orang tua terhadap anak-anaknya yang dilakukan dengan kedisiplinan, kasih sayang, perhatian, maupun keteladanan, serta didukung dengan melakukan pengawasan dan bimbingan yang intensif serta menjalin hubungan dengan lingkungan sekolah beserta lingkungan masyarakat guna lebih menjamin pembentukan karakter anak. Kesemua itu perlu diberikan kepada anak-anaknya untuk membentuk karakter anak yang baik
      sebagai penutup jalinlah komunikasi yang baik dan intens terhadap anak, karena dengan berkomunikasi dapat menumbuhkan kelekatan jiwa dan perasaan antara orang tua dengan anak, sebab komunikasilah yang menjadi kunci dari semua proses yang telah dilalui.

Referensi :
Hidayatullah Rachmad. 2015. Peranan Orang Tua Dalam Pemebentukan Karakter Anak. Jakarta : Universitas Islam Djakarta