Pernah dengar kata “Bullying” ?, ya
Bullying, satu kata yang menjadi sosok menyeramkan bagi sebgaian
masyarakat, namun pastinya banyak juga masyarakat yang masih asing atau awam dengan satu kata sederhana tersebut.
Rigby (2002: 15) mendefinisikan bullying sebagai ”penekanan atau
penindasan berulang-ulang, secara psikologis atau fisik terhadap seseorang yang
memiliki kekuatan atau kekuasaan yang kurang oleh orang atau kelompok orang
yang lebih kuat.”
Riauskina, dkk (2005: 1-13) mendefinisikan bullying sebagai
perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh sekelompok individu yang
memiliki kekuasaan, terhadap individu lain yang lebih lemah, dengan tujuan
menyakiti orang tersebut
Menurut Coloroso (2003: 44), bullying adalah tindakan bermusuhan
yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti,
Seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror Termasuk juga
tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak
terlihat, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi
atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau
kelompok anak.
Jadi, dapat disimpulkan
bullying adalah sebuah tindakan nyata atau sadar yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang kepada satu orang
atau sekelompok yang lain untuk memberikan pengaruhnya kepada orang lain,
sehingga orang yang menjadi sasaran atau korban daripada perilaku bullying
tersebut diharapkan dapat mengakui kekuatan pelaku bullying.
Fenomena bullying
kembali muncul kepermukaan. Ya aktivitas negatif yang mana menjadi momok yang
menakutkan bagi sebagian masyarakat atau bahkan seluruh lapisan masyarakat, dan
bullying ini biasa terjadi atau rentan terjadi pada kalangan remaja terlebih
pelajar, mengapa kasus ini biasa terjadi?, ya karena memang belum ada formula yang cocok untuk memusnahkan virus jenis ini. Namun
para pengamat atau pemerhati kaum pelajar pastinya sudah mengetahui akar
ataupun sumber dari permasalahan ini. Akan tetapi sangat sulit unTuk dapat
mengaplikasikannya didalam kehidupan bermasyarakat. Masih cukup hangat
ditelinga dan ingatan kita tentang kasus bullying yang baru- baru ini terjadi
tentang pengroyokan yang terjadi kepada anak disabilitas di salah satu universitas
swasta terkemuka di negeri ini, dan yang paling hangat kasus bullying yang
dilakukan oleh sekelompok anak SD dan SMP kepada salah seorang anak, entah apa
yang ada didalam benak mereka untuk melakukan hal tercela tersebut namun hal
demikian tidak dapat dibenarkan sama sekali, bersyukurnya dengan cepat
tanggapnya respon yang dilakukan pemda terkait juga dapat diapresiasikan karena
berhasil mengidentifikasi dan menemukan pelaku pembulliyan tersebut, namun yang
disayangkan hanya pengambilan tindakkan akhir dalam penyelesaian kasus ini, para
pelaku dikeluarkan dari tempat mereka menuntut ilmu dimana mereka diharapkan
mendapatkan pendidikan yang layak sehingga dapat berguna bagi diri mereka dan masa
depan mereka, mereka ya mereka!, korban dan pelaku dari pembullyan ini adalah
korban dari pendidikan dan lingkungan yang mereka tidak kuasa menahan atau
menolak untuk masuk kedalam perilaku tercela tersebut, karena kurangnya perhatian
baik dari keluarga ataupun dari faktor
lingkungan.
Pola asuh yang
digunakan oleh orang tua tentunya turut berpengaruh pada pembentukan karakter
seorang anak, oleh karenanya orang tua haruslah mengetahui sikap atau perilaku
dari anak-anaknya, dengan menggunakan pola asuh demokratis, otoriter, dan
permisif. Mari kita pelajari lebih lanjut ketiga pola asuh tersebut :
§ 1. Pola asuh demokratis yaitu ditandai dengan pengakuan orang tua
terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung
kepada orang tua.
§ 2. Pola asuh otoriter yaitu ditandai dengan cara mengasuh anak dengan
aturan- aturan yang ketat dan seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti
dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama dirinya sendiri
dibatasi.
§ 3. Pola asuh permisif yaitu ditandai dengan orang tua mendidik anak
secara bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa (muda), ia diberikan
kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang
tua terhadap anak sangat lemah tidak memeberikan bimbingan yang cukup berarti
bagi anaknya, dan semua yang telah dilakukan anak adalah benar dan tidak perlu
mendapatkan teguran, arahan (bimbingan).
mengapa ketiga pola
asuh tersebut harus diterapkan ?, karena dengan menerapkan ketiga pola asuh
tersebut kita berharap karakter yang akan terbentuk dikemudian hari dapat
sesuai dengan apa yang diinginkan sebagai orang tua, namun proses dan ketekunan
menjadi kunci utama dalam keberhasilan pola asuh ini. Jangan lupa sebagai orang
tua kapan harus menerpkan pola asuh yang satu dan yang lainnya. Namun sebagai
orang tua juga mempunyai strategi dan peranan yang harus diberikan oleh orang
tua terhadap anak-anaknya yang dilakukan dengan kedisiplinan, kasih sayang,
perhatian, maupun keteladanan, serta didukung dengan melakukan pengawasan dan
bimbingan yang intensif serta menjalin hubungan dengan lingkungan sekolah
beserta lingkungan masyarakat guna lebih menjamin pembentukan karakter anak. Kesemua
itu perlu diberikan kepada anak-anaknya untuk membentuk karakter anak yang baik
sebagai penutup
jalinlah komunikasi yang baik dan intens terhadap anak, karena dengan
berkomunikasi dapat menumbuhkan kelekatan jiwa dan perasaan antara orang tua
dengan anak, sebab komunikasilah yang menjadi kunci dari semua proses yang
telah dilalui.
Referensi :
Hidayatullah Rachmad. 2015. Peranan Orang Tua Dalam Pemebentukan
Karakter Anak. Jakarta : Universitas Islam Djakarta